Koordinator Nasional PPI, Saparuddin. (Foto:PPI) |
Saparuddin yang juga mantan Tenaga Ahli Bawaslu RI itu menjelaskan, sesuai dengan Peraturan MK No.3 Tahun 2024 tentang Tata Beracara dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, maka MK melaksanakan sidang pemeriksaan pendahuluan dalam jangka waktu paling cepat empat hari kerja sejak gugatan dicatat dalam BRPK.
Dugaan Pelanggaran Administrasi
Gugatan yang diajukan PPI meminta MK untuk membatalkan Keputusan KPU Kabupaten Sorong Selatan Nomor 945 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Sorong Selatan. Saparuddin menjelaskan, terdapat pelanggaran serius dalam proses pemungutan suara di TPS 003 Kampung Wenas, Distrik Teminambun, pada 27 November 2024.
“Ada bukti kuat bahwa anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) tidak mengikuti prosedur yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Salah satunya adalah adanya pemilih yang diberikan tiga surat suara sekaligus oleh petugas KPPS untuk dicoblos, yang jelas merugikan pemilih lain dan pasangan calon tertentu,” tegas Saparuddin.
Rekomendasi Bawaslu yang Diabaikan
Pelanggaran tersebut dinilai mencederai asas pemilu yang jujur dan adil, serta merugikan hak pilih masyarakat. Bawaslu Kabupaten Sorong Selatan bahkan telah mengeluarkan rekomendasi untuk melakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU). Namun, KPU Kabupaten Sorong Selatan tidak menindaklanjuti rekomendasi tersebut, meskipun Pasal 139 UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan secara tegas mewajibkan KPU untuk menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu.
“KPU Kabupaten Sorong Selatan diduga telah melanggar undang-undang, yang mengatur bahwa pelanggaran administrasi pemilu harus segera diselesaikan berdasarkan rekomendasi Bawaslu,” tambah Saparuddin.
Harapan PPI di Mahkamah Konstitusi
PPI berharap MK dapat memeriksa semua bukti secara cermat dan memberikan putusan yang adil. “Kami optimistis MK akan memutuskan perkara ini berdasarkan asas keadilan dan kebenaran, termasuk kemungkinan membatalkan keputusan KPU jika pelanggaran ini terbukti,” ujar Saparuddin.
Kasus ini diharapkan menjadi pelajaran penting untuk menjaga integritas proses demokrasi di Indonesia, khususnya dalam memastikan bahwa setiap tahapan pemilihan berjalan sesuai aturan.(rilis/dn)