-->

Dugaan Kecurangan Meluas, Protes dan Rencana Pengajuan Hak Angket Mengemuka

Editor: Redaksi
Sebarkan:

Para pengunjuk rasa membawa poster bertuliskan slogan-slogan dalam demo di luar kantor Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) untuk memprotes dugaan kecurangan pemilu pada pilpres 14 Februari lalu di Jakarta, Senin, 19 Februari 2024. (Foto: Achmad Ibrahim/AP Photo)
Ketidakpuasan sebagian warga dengan hasil hitung cepat pemilu dan semakin banyaknya laporan kecurangan dari relawan dan warga masyarakat mulai memanaskan situasi. Selain demonstrasi, usul untuk mengajukan hak angket ke DPR pun mengemuka. 

Suara borneo — “Siapa di sini yang lagi agak sedih? Banyak ya? Sedihnya sebentar saja yaa.. Karena sebenarnya khan hasil yang keluar ini sudah bisa diprediksi…”

Demonstrasi mempertanyakan hasil pemilu mulai bergulir di beberapa kota, termasuk ibu kota Jakarta. Secara bergiliran massa dari beragam kelompok datang ke depan Istana Presiden, juga ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Seperti dilansir dari VOA, massa memprotes hasil pemilu yang berlangsung 14 Februari lalu, yang diduga sarat kecurangan. Yang menarik demonstran yang turun bukan saja warga atau mahasiswa yang marah, tetapi juga ibu rumah tangga, pensiunan polisi, dosen, dan guru besar.

Salah seorang di antaranya adalah pakar hukum tata negara, Dr. Bivitri Susanti, yang oleh masyarakat luas kini dikenal sebagai penggagas dan narrator film “Dirty Vote.” Film dokumenter eksplanatori yang menjelaskan disain berbagai upaya mencurangi pemilu 2024 itu sudah ditonton lebih dari 20 juta orang dalam tujuh hari terakhir

“Saya ingin ajak teman-teman yang lagi sedih untuk bangkit lagi dengan memikirkan bahwa demokrasi itu bukan kuantitas. Demokrasi itu bukan angka. Saya percaya metodologi, quick count (hitung cepat) benar secara metodologis, tetapi angka tidak bisa bercerita bagaimana ia bisa sampai di situ. Demokrasi adalah pada saat suara kita – warga – benar-benar diperhitungkan, bukan hanya dihitung dengan kalkulator, tapi diperhitungkan, didengar. Demokrasi itu harus substantif, di mana pemilu bukan hanya terlaksana, tetapi betul-betul membuat suara warga berharga.”

Hasil akhir perolehan suara pemilu 2024 memang masih belum diketahui secara pasti karena KPU dan jajarannya masih terus melakukan penghitungan dan rekapitulasi suara secara berjenjang di seluruh daerah. Meskipun demikian hasil hitung cepat yang dilakukan sejumlah lembaga telah menunjukkan bahwa pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming meraih suara tertinggi, jauh melampaui dua pasangan calon lainnya.

Meskipun tetap mengajak publik untuk menunggu pengumuman resmi KPU, Prabowo Subianto sudah langsung menyatakan kemenangannya Rabu sore (14/2), beberapa jam setelah hasil hitung cepat menunjukkan ia sudah tak terkejar lagi.

Empat hari kemudian capres nomor urut 3, Ganjar Pranowo, mendorong partai-partai yang menjagokannya untuk menggulirkan hak angket dugaan kecurangan pemilihan presiden ke DPR. Menurutnya, hak angket – yang merupakan hak penyelidikan DPR – merupakan salah satu upaya untuk meminta pertanggungjawaban KPU dan Bawaslu terkait penyelenggaraan pemilu 2024, yang “sarat kecurangan terstruktur, sistematis dan masif (TSM).”

Dua partai besar yang mengusung Ganjar-Mahfud dalam pemilui presiden dan berada di DPR saat ini adalah PDI-Perjuangan dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Usul ini telah disampaikannya dalam rapat kordinasi Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud tanggal 15 Februari lalu.

“Jika DPR tak siap dengan hak angket, saya mendorong penggunaan hak interpelasi DPR untuk mengkritisi kecurangan pada Pilpres 2024,” kata Ganjar, di Jakarta, pada hari Senin (19/2).

Ketua Dewan Nasional Setara Institute yang juga pakar hukum terkemuka, Hendardi, mengatakan memahami usul yang disampaikan Ganjar itu.

“Pemilu yang kita harapkan adil dan berintegritas tidak bisa terwujud. Ini bahkan menjadi pemilu pasca reformasi yang terburuk. Sebetulnya ini merupakan metamorphosis dari rezim demokratis ke vetokratis. Saya tulis di KOMPAS kemarin, rezim vetokratis adalah rezim yang tumbuh dan terus memblokade aspirasi kolektif warga dengan berbagai cara, termasuk dengan menyalahgunakan kekuasaan. Rezim vetokratis ini sudah lima tahun terakhir ini berkuasa, dan disinyalir akan semakin kuat guna mewujudkan kehendak politik yang berkuasa melalui pemilu, yang saya sebut tadi sebagai pemilu terburuk pasca reformasi.”

Mengingat pengajuan hak angket di DPR tidak dapat dilakukan sendiri, pasangan capres-cawapres Ganjar-Mahfud mengajak partai pendukung pasangan nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar – yaitu Partai Nasional Demokrat (NasDem), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) – untuk ikut serta.

Pengajuan hak angket secara bersama-sama diyakini dapat disetujui ketika didukung oleh lebih dari separuh anggota DPR. Untuk itu Ganjar membuka pintu komunikasi dengan partai-partai pendukung Anies-Muhaimin.

Hingga laporan ini disampaikan belum ada tanggapan dari TPN Anies-Muhaimin.

Sementara usul penggunaan hak angket diperkirakan baru akan dapat disampaikan pada pembukaan sidang DPR bulan Maret nanti. PDI-Perjuangan dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mengatakan siap memimpin rencana itu, meskipun Ketua Umum PDI-Perjuangan Megawati Soekarnoputri meminta agar rencana penggunaan hak angket DPR terkait dugaan kecurangan pilpres 2024 dibicarakan terlebih dahulu dengan matang. [em/jm]

Sumber: VOA

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini