Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tjahjo Kumolo |
JAKARTA , Suaraborneo.id – Kepemimpinan aparatur sipil negara (ASN) harus mampu mengimbangi segala tantangan disruptif. Hal ini dilakukan dengan perubahan mendasar pada sistem dan manusia yang relevan dengan zaman. Untuk itu, para Pejabat Pimpinan Tinggi (PPT) sebagai pucuk pimpinan ASN harus menjadi role model di lingkungan kerjanya masing-masing.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tjahjo Kumolo menegaskan pemimpin harus menciptakan iklim yang kondusif bagi lahirnya kreativitas dan inovasi di berbagai sendi kehidupan. “Pemimpin yang berkarakter akan memiliki kemampuan visioner yang komprehensif terhadap pola-pola yang mencolok di tengah-tengah informasi yang membingungkan,” ujar Menteri Tjahjo saat memberikan Kuliah Umum pada Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) LXII dan Program Pendidikan Singkat Angkatan (PPSA) XXIII Tahun 2021 Lembaga Ketahanan Nasional RI, secara virtual, Jumat (02/07).
Lebih lanjut disampaikan, sebagai seorang PPT wajib memiliki kompetensi manajerial dan sosiokultural. Kompetensi manajerial melingkupi integritas, kemampuan bekerja sama, komunikasi, orientasi pada hasil, pelayanan publik, mengembangkan diri dan orang lain, mengelola perubahan, serta pengambilan keputusan. Sedangkan, kompetensi sosiokultural diterapkan dengan peranan PPT sebagai agen perekat NKRI, pemersatu bangsa, yang siap mutasi lintas instansi.
Selain itu, PPT juga harus menunjukkan aspek potensi yang representatif terhadap posisinya, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri PANRB No. 3/2020 tentang Manajemen Talenta ASN. Aspek potensi tersebut meliputi kemampuan intelektual, kemampuan interpersonal, kesadaran diri, kemampuan berpikir kritis dan strategis, kemampuan menyelesaikan permasalahan, kecerdasan emosional, kemampuan belajar cepat dan mengembangkan diri, serta motivasi dan komitmen.
Sejalan dengan kemampuan kepemimpinan, kedepan pembangunan ASN dikembangkan berdasarkan prinsip dasar human capital architecture. Kebijakan tersebut memiliki enam komponen pendukung yaitu penguatan budaya kerja dan employer branding, pengembangan kepemimpinan dan kompetensi, peningkatan kinerja dan sistem penghargaan, pengembangan talenta dan karir, penguatan platform teknologi dan analitik.
Berbagai upaya tersebut dikatakannya dapat menjadi modal penting dalam menghadapi tantangan multidimensi. Tantangan ini perlu dihadapi dengan serangkaian keunggulan karakter sehingga terus maju mengakselerasi performa organisasi yang dipimpinnya dengan baik, diatas ekspektasi.
Ia mengatakan pendidikan dan pelatihan bagi para pemimpian seperti PPRA dan PPSA dari Lemhanas ini berperan penting dalam mewujudkan birokrasi yang lebih dinamis, lincah, profesional, efektif, dan efisien dalam pelayanan publik. Dari program ini diharapkan terbentuk pemimpin di tingkat nasional yang berjiwa besar, mampu menerima saran kritik dari berbagai pihak, memberikan evaluasi atas suatu keadaan, serta mampu merangkul semua unsur kebangsaan dan mempunyai prinsip dan ketegasan dalam mengambil sebuah keputusan.
“Semoga program pendidikan ini menjadi momen penting dalam membentuk digital talent dan digital leader yang mampu membangun birokrasi berkelas dunia,” pungkasnya. [byu/HUMAS]