Rakor penanganan PETI |
Sintang Kalbar, suaraborneo.id - Bupati Sintang, Jarot Winarno memimpin rapat koordinasi (Rakor) penanganan Penambang Emas Tanpa Izin (PETI) di wilayah Kabupaten Sintang, bertempat di Pendopo Bupati Sintang, Jumat (7/5/2021).
Bupati Sintang, Jarot Winarno menjelaskan ada empat poin arahan soal penanganan persoalan PETI di Kabupaten Sintang yakni zero mercuri, mengurangi jumlah penambang, tidak menggunakan alat berat seperti fuso, panther dan dong feng, serta toleransi sampai H-4 Idul Fitri setelah itu akan dilakukan penertiban.
“PETI ini cerita panjang sejak jaman dahulu. Ada dampak lingkungan akibat PETI yang sangat terasa, jalur sungai yang berubah. Penanganan PETI ini juga berubah-ubah. Pernah menjadi kewenangan kabupaten, lalu berpindah ke provinsi dalam hal pengurusan Surat Izin Pertambangan Rakyat (SIPR). Tapi anehnya, ketika penegakan aturan masih di kabupaten. Izinnya diberikan provinsi, penegakan oleh kabupaten. Harusnya provinsi yang juga menegakan aturan” jelasnya
“Seringkali setiap penegakan hukum atas aktivitas PETI ini menimbulkan masalah sosial. Sehingga akhirnya, saya membawa perwakilan penambang melakukan audiensi ke Kapolda yang menyepakati untuk zero mercuri, dan pengakuan para penambang di sungai memang mereka tidak menggunakan mercuri di sungai tetapi dilakukan di daratan. Hasil pemeriksaan kadar mercuri di PDAM Tirta Senentang memang selalu normal atau tidak ada kandungan mercuri di air PDAM Sintang. Kita juga harus ada pemabatasan jumlah penambang dengan memperhatikan daya dukung lingkungan. Bisa juga dicoba penggunaan sianida untuk aktivitas PETI. Penambang juga tidak menggunakan alat berat” tambahnya
“Tetapi kami lebih pada agar diurus legalitas. Kita sudah usulkan ke Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat sebanyak 19 lokasi wilayah pertambangan rakyat, namun tidak ada tindak lanjut dari Pemprov Kalbar. Kita di kabupaten ini simalakama, izinnya di provinsi, tetapi penegakan aturan di kabupaten, jadi serba salah. Disaat pandemi ini, memang PETI menjadi salah satu pilihan masyarakat bekerja dengan berbagai pembatasan dan aturan," katanya lagi
Yuda Prawiyanto, Kepala Seksi Kerusakaan dan Pemulihan Lingkungan Dinas Kebersihan dan Linkungan Hidup Kabupaten Sintang menjelaskan bahwa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutana RI sudah mengembangkan peralatan dan teknologi dalam penggunaan sianida untuk pertambangan dengan harga diatas 1 Milyar.
“Alat ini sudah diuji coba di Kalimantan Tengah” terang Yuda Prawiyanto
Kapolres Sintang, AKBP Ventie Bernard Musak menyampaikan bahwa penegakan hukum terhadap aktivitas PETI merupakan upaya terakhir untuk dilakukan. Setiap penegakan hukum, ternyata tidak memberikan solusi yang permanen. Tidak semua PETI bisa ditindak karena terlalu banyak PETI di Kabupaten Sintang. Dari 14 kecamatan, 11 kecamatan ada aktivitas PETI. Alat yang digunakan seperti mesin dong feng, fuso dan panther serta jenis lain di darat dan sungai.
"Dalam penegakan hukum atas aktivitas PETI ini, kami tidak mau ada terjadi konflik” terang Ventie Bernard Musak
“Kami juga sepakat untuk dilakukan pembatasan atas aktivitas PETI. Izin atas aktivitas PETI memang susah karena menjadi kewenangan pemerintah pusat. Akibat PETI adalah lingkungan rusak, erosi, longsor, banjir, pemukiman rusak, aliran sungai, habitat ekosistem sungai dan hutan yang rusak. Bila dibiarkan dan tidak dikendalikan, maka akan menjadi bola liar. Kami juga belum melalukan cek apakah para penambang menggunakan mercuri. Alat penambang ini seperti sebuah rumah di sepanjang sungai dan bisa berpindah” tambah Kapolres Sintang
Wacana agar penambang diwadahi bisa juga dilakukan dengan pembatasan yang ada. PETI ini sangat bersinggungan dengan hukum karena tidak ada izin, lingkungan hidup dan bisa menimbulkan konflik di masyarakat. ini memang bukan hanya di Sintang, tetapi di Kalbar dan Indonesia.
"Di negara kita belum ada aturan yang mengatur soal aktivitas PETI. Namun, kalau tidak dikendalikan, akan bersinggungan dengan hukum, maka perlu dibatasi dan dikendalikan” terang Kapolres Sintang. (hms)