Foto : AMSI |
Ketua Komisi Informasi Publik, Gede Narayana dalam pengantar penandatanganan yang dilakukan secara virtual menyampaikan kerjasama ini dapat mendukung keterbukaan informasi publik. “Sehingga pelaksanaan keterbukaan informasi publik bisa tersiar serta diinformasikan kepada masyarakat luas,” kata Gede Narayana, Kamis, 25 Maret 2021 di Jakarta.
Sementara itu dalam kesempatan yang sama, Wenseslaus Manggut, Ketua Umum AMSI menyampaikan nota kesepahaman ini untuk memaksimalkan partisipasi publik dalam pengelolaan negara, terutama dalam mengawasi jalannya program pemerintah dengan informasi yang memadai bagi publik.
“Menyediakan informasi yang memadai itu adalah tanggung jawab media massa. Tapi informasi yang memadai bisa disajikan, mengandaikan media memiliki akses kepada sumber informasi. Informasi yang memadai itu menyangkut apa saja, termasuk data,” kata Wenseslaus Manggut.
Ia menambahkan akses terhadap data tidak saja mengembalikan jurnalisme menjadi berkualitas, “Tapi juga membuka kesempatan bagi publik untuk memahami jalannya negara dalam data dan angka.”
Penandatanganan kesepahaman dilanjutkan dengan rangkaian “Dengar Pendapat Publik Perbaikan Sengketa Informasi Publik” Wilayah Indonesia Timur melibatkan AMSI Papua. Diskusi ini dihadiri 29 perwakilan media anggota AMSI dari Indonesia Timur, akademisi dan NGO.
Dengar pendapat serupa sebelumnya dilaksanakan melibatkan AMSI Aceh dengan mengundang peserta dari wilayah Indonesia Barat pada 23 Maret 2021 lalu dan dihadiri 59 peserta. Rangkaian kegiatan ini merupakan kerja sama AMSI dan Komisi Informasi dengan dukungan UNESCO.
Selain menyelenggarakan diskusi publik, AMSI juga melakukan review kebijakan terhadap draft Revisi Peraturan Komisi Informasi (Perki) Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik. Prosedur ini merupakan faktor penting yang menentukan kualitas performa penyelesaian sengketa informasi. Dua ekspert yang dilibatkan adalah Dessy Eko Prayitno dan Astrid Deborah.
Arif Kuswardono, Komisioner Komisi Informasi saat sesi Dengar Pendapat Publik Wilayah Barat menyampaikan upaya perbaikan prosedur sengketa informasi sedang dilakukan agar ke depan tidak terjadi penumpukan kasus karena lambatnya proses sengketa. “Kemudahan dan kecepatan menjadi value yang perlu terus diupayakan akan kami catat. Sengketa adalah satu bagian saja sedang di hulunya adalah perbaikan layanan agar publik dan jurnalis mendapatkan informasi publik yang berkualitas,” katanya.
Sementara, Dessy Eko Prayitno menyampaikan Badan Publik perlu didorong agar terus lebih cepat membuka informasi publik. Ia melihat saat ini masih ada masalah pada Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik karena masih memberikan ruang 100 hari kerja bagi badan publik untuk membuka data. “Tapi untuk penyelesaian sengketa, Komisi Informasi mempunyai peran untuk mendesain aturan agar proses sengketa bisa lebih cepat,” ujar Eko.
Ia menambahkan ketika informasi dapat diperoleh dengan cepat, sumber terpercaya, “Harapannya dapat membantu pemberantasan hoaks.”
Sedangkan Nuruddin Lazuardi, Pengurus Bidang Advokasi AMSI menambahkan peran Komisi Informasi penting untuk menjembatani agar proses pembukaan data publik bisa lebih cepat. “Bagi media khususnya, sumber informasi yang akurat sangat penting agar dapat memberikan informasi yang berkualitas kepada masyarakat,” katanya.
Sumber: Rilis AMSI